banner image

Tentang Janji (Bag 2)

Janji Adalah Transaksi





Janji Adalah Transaksi, ada penjual, ada pembeli. Transaksi besar dengan balasan besar dan resiko besar. Kita menjual harta dan jiwa, sedang Allah akan membeli dengan surga. Allah berfirman,
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar" (Qs. at-Tawbah [9]:111).

Abu Dahdah menjual pohon kurma terbaiknya di jalan Allah untuk membeli Surga.

Abu Bakar mengambil gaji secukupnya sekedar untuk menegakkan tubuh. Ketika sang Istri mampu menghemat untuk mendapat makanan tambahan, maka ia kembalikan uang penghematan itu ke Baitul Maal. Luar biasa.

Kekuatan Janji


Janji adalah energi. Kekuatannya dahsyat merasuk ke dalam hati. Sebab ia mengikat untuk diikuti dan dipatuhi. Tak mau melanggar apalagi mengkhianati.
Janji, apabila benar-benar dihayati sungguh akan mampu mengubah diri, meningkatkan kepercayaan diri dan mengantarkan kepada kesyahidan di jalan Allah Rabbul 'Izzati.

Kisah Menginspirasi

Seseorang menghadap Nabi. Ia ingin memeluk Islam, namun masih ingin melakukan kebiasaan jahiliyah. Usai mengikrarkan dua kalimat syahadat, ia berkata, "Ya Rasulullah, sebenarnya saya sering berbuat dosa dan susah sekali untuk meninggalkannya."
Rasulullah menjawab, "Maukah engkau berjanji satu saja? Sanggupkah engkau meninggalkan perkataan bohong?"

"Ya, saya berjanji." jawab lelaki itu.

Singkatnya, ia pun bergegas cepat. Menurut riwayat, sebelum memeluk islam, dia adalah penjahat terkenal, hobinya mencuri, mencuri dan minum minuman keras. 

Setelah memeluk agama Islam, berbagai upaya dilakukannya untuk meninggalkan berbagai maksiat, namun mengalami kesulitan. Karena itulah dia meminta nasihat kepada Rasulullah Saw.

Dalam perjalanan pulang, lelaki itu berkata di dalam hatinya, "Berat juga ternyata kalau aku harus meninggalkan apa yang dikehendaki oleh Rasulullah itu."

Setiap kali hatinya terdorong untuk berbuat jahat, hati kecilnya terus mengejek. "Berani engkau berbuat jahat? apakah jawabanmu nanti apabila ditanya oleh Rasulullah? Sanggupkah engkau berbohong kepadanya?" bisik hati kecilnya.

Setiap kali dia berniat jahat, nasihat Nabi selalu teringat. "Kalau aku berbohong kepada Rasulullah berarti aku telah mengkhianati janjiku padanya.

Sebaliknya, jika aku mengatakan yang sebenarnya, berarti aku akan menerima hukuman sebagai orang Islam. 

Ya Allah, sesungguhnya nasihat Rasulullah tersebut terkandung hikmah yang sangat berharga."

Akhirnya lelaki itu pun menang melawan hawa nafsunya, sukses melawan nafsu yang menggelayuti hati dan fikirannya. Memulai babak baru, hidup dengan sentuhan iman.

Komitmen dan memegang teguh janji yang diikrarkan . Hijrah dengan totalitas loyalitas. Dari jahat menjadi rahmat, dari hina menjadi mulia. 

Energi janji mampu bangkitkan kekuatan tersembunyi.

Janji inilah energi kita. Tenaga kita. Agar berdaya, tenaga ini mesti dikelola dengan cara: menemukan tenaga, menyimpan, mengelola, menyalurkan dan mengembalikan tenaga.

Syahadat adalah miitsaaqan ghaliizha, perjanjian agung. Menjadi kekuatan bila diucapkan dengan sadar, tanpa paksaan, tanpa tekanan. Mengerahkan seluruh kemampuan karena senang dan cinta.

Kesadaran adalah ajar cinta. Kesetiaan adalah dahan cinta. Kelelahan adalah bunga cinta. Kebahagiaan adalah buah cinta. 

"Cinta menghilangkan segala rasa sakit," KH. Rahmat Abdullah.

Sumber: Buku New Quantum Tarbiyah (Karya Ustadz Solikhin Abu 'Izzuddin)
Tentang Janji (Bag 2) Tentang Janji (Bag 2) Reviewed by Nurul Hidayat on November 24, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.