Konsekuensi Janji
Konsekuensi Janji
Janji memiliki konsekuensi. Disini integritas dimulai. Seperti transaksi Nabi. Disepakati untuk melunasi utang pada hari dan di suatu tempat tertentu. Janji beliau tepati. Tapi orang yang ditunggu Nabi tak datang sampai tiga hari dan Nabi tidak pergi. Nabi menepati janji hingga orang tersebut datang mengambil piutang.
Hati-hati dengan janji, jangan mudah mengingkari, sebab ingkar janji adalah penyiksaan. Menzalimi bagi yang menepati, dan menyiksa hati bagi yang mengingkari.
Sadar janji pintu kemenangan. Abdul Qadir al-Jaelani membuka kesadaran hati para perampok. Kejujuran Yunus bin Ubaid menjadi hidayah bagi Yahudi untuk masuk Islam, lantas mengganti uang palsunya dengan uang asli sebagai apresiasi kejujuran.
Bila ingkar janji, tak dipercaya lagi, rezeki lari, dan peluang kebaikan pun menjauhi. Apabila tak memenuhi janji, nerakalah tempat kembali.
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai" (Qs. al-A'raaf [7]: 179).
Karena sudah berjanji, maka semua potensi digali untuk meraih obsesi. Hati untuk memahami, mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar.
Bersyukur berarti sadar atas segala anugerah dan fasilitas untuk meraih barokah dan ziyadah.
Konsekuensi janji adalah bakti sepenuh hati, mengabdi sepenuh setia, ridha sepenuh jiwa, berjuang segenap raga, berkorban semaksimal harta.
Janji adalah inspirasi untuk memberi, karena yang kita berikan itulah yang akan menjadi milik kita, Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'uun.
Sumber: Buku New Quantum Tarbiyah (Karya Ustadz Solikhin Abu 'Izzuddin)
Konsekuensi Janji
Janji memiliki konsekuensi. Disini integritas dimulai. Seperti transaksi Nabi. Disepakati untuk melunasi utang pada hari dan di suatu tempat tertentu. Janji beliau tepati. Tapi orang yang ditunggu Nabi tak datang sampai tiga hari dan Nabi tidak pergi. Nabi menepati janji hingga orang tersebut datang mengambil piutang.
Hati-hati dengan janji, jangan mudah mengingkari, sebab ingkar janji adalah penyiksaan. Menzalimi bagi yang menepati, dan menyiksa hati bagi yang mengingkari.
Sadar janji pintu kemenangan. Abdul Qadir al-Jaelani membuka kesadaran hati para perampok. Kejujuran Yunus bin Ubaid menjadi hidayah bagi Yahudi untuk masuk Islam, lantas mengganti uang palsunya dengan uang asli sebagai apresiasi kejujuran.
Bila ingkar janji, tak dipercaya lagi, rezeki lari, dan peluang kebaikan pun menjauhi. Apabila tak memenuhi janji, nerakalah tempat kembali.
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai" (Qs. al-A'raaf [7]: 179).
Karena sudah berjanji, maka semua potensi digali untuk meraih obsesi. Hati untuk memahami, mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar.
Bersyukur berarti sadar atas segala anugerah dan fasilitas untuk meraih barokah dan ziyadah.
Konsekuensi janji adalah bakti sepenuh hati, mengabdi sepenuh setia, ridha sepenuh jiwa, berjuang segenap raga, berkorban semaksimal harta.
Janji adalah inspirasi untuk memberi, karena yang kita berikan itulah yang akan menjadi milik kita, Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'uun.
Sumber: Buku New Quantum Tarbiyah (Karya Ustadz Solikhin Abu 'Izzuddin)
Tentang Janji (Bag 3)
Reviewed by Nurul Hidayat
on
November 25, 2018
Rating:

Tidak ada komentar:
Posting Komentar