banner image

Kamar ini dan segala kenangannya.....

Ayah, Aku Rindu...
Bagian 4
Oleh Nurul Hidayat

Kamar ini dan segala kenangannya.....

Sebelum kembali ke kamar, seperti biasa, setelah makan aku selalu membersihkan piring yang telah aku gunakan, merapihkan dan meletakkannya kembali pada rak-rak yang telah disediakan.

Rumahku memiliki tiga kamar tidur. Ukuran masing-masing kamarnya memang tidak besar, tapi cukuplah sekedar untuk membaringkan badan dan meletakkan lemari pakaian serta sebuah meja belajar di dalam kamar.

Kamarku berada di bagian paling depan, adikku di tengah, sedangkan kamar ibu dan ayah ada di bagian belakang, berdekatan dengan ruang makan.

Ibu bilang, ayah adalah seorang lelaki yang memiliki visi hidup jauh ke depan. Ayah sudah merencanakan dengan baik, bagaimana keluarga ini akan di bentuk. Ayah juga sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang, mulai dari konsep perjalanan kehidupan ini, apa yang akan dilakukannya dengan keluarga ini, bahkan sampai pada merencanakan tempat tinggal, yang akan menjadi perahu besar untuk digunakan dalam mengarungi bahtera rumah tanggai ini hingga ke syurgaNya.

Ayah sendiri yang merencanakan desain rumah ini, mulai dari bentuk hingga tata letak ruangannya. Sederhana memang, tapi siapa yang tahu, apa yang ada di pikiran ayah tentang rumah ini. Yang pasti, rumah ini terasa sangat nyaman bagi kami.

Aku mulai menempati kamar ini sejak umurku 4 tahun. Di kamar ini lah aku merasakan begitu hangatnya berada dalam dekapan seorang ayah.

Di kamar ini lah ayah sering menceritakan kisah-kisah hebat yang dilakukan oleh ayah. Di kamar ini jugalah ayah banyak mengajarkanku tentang agama. Kisah-kisah perjuangan Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya dalam berdakwah, mengajak umat manusia menuju kebenaran selalu ayah ceritakan kepadaku sebelum aku tidur.

Dan dari kamar ini jugalah ayah memberikan pembelajaran dan pengajaran tentang hakikat kehidupan ini kepadaku.

Ayah sangat menyayangiku dan dan keluarga ini, itu bisa kami rasakan dari sikap dan perlakuannya kepada kami. Sedari kecil, ayah selalu mengajariku untuk taat beribadah kepada Allah, Maha Pencipta segalanya.

Aku masih teringat, ketika setiap malam sebelum tidur, ayah selalu datang ke kamarku, mengetuk 2 kali pintu kamarku, lalu membukanya dan masuk dengan perlahan.

Kemudian ayah mendekapku erat.

Sambil mengarahkan pandangannya ke arah lautan lepas di luar jendela kamarku, ayah mulai menceritakan kisah-kisah perjalanan dakwah Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya. Hanya sesekali ia menatap hangat ke arahku, senyum yang mengembang di bibirnya semakin menambahkan kenyamananku berada dalam dekapannya.

Setelah menyelesaikan satu kisah perjuangan para pendahulu dakwah ini, ayah memintaku untuk segera tidur. Sambil mengusap kepalaku, ayah membisikkan harapannya kepadaku, agar aku bisa menjadi seperti yang Ia inginkan ketika aku besar nanti.

Ayah menidurkanku dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an, yang Ia bacakan dengan fasih dan merdu. Membawaku ke dalam suasana yang sangat nyaman dan menenangkan. Hingga tanpa sadar rasa kantuk mulai menyergapi diriku dan memaksaku untuk menutup mataku.
Aku tertidur sangat lelap, bahkan aku tidak tahu kapan ayah berhenti membaca Al-Qur’an dan pergi dari kamarku.
Yang aku tahu, ketika waktu subuh hampir tiba, ayah membangunkanku dan mengajakku untuk ikut shalat berjamaah dengannya di masjid.

Tapi, udara pagi sangat dingin, membuatku enggan mengeluarkan tubuhku dari balutan selimut yang hangat dan empuk. Aku tak kuasa melawan hawa dingin yang menyergap tubuhku, apalagi jika sepagi ini aku harus bersentuhan dengan air.

Udara pagi disini memang sangat dingin, itu dikarenakan letak desa yang berada di kaki gunung. Air yang digunakan oleh warga untuk kegiatan sehari-hari adalah air yang berasal dari sumber air di gunung.

Dulu sekali, masyarakat di desa kami bergotong royong untuk mengalirkan air dari sumber air di gunung menuju ke desa kami.
Mereka menggunakan 4 pipa besar untuk mengalirkan air dari gunung ke desa. 1 pipa dialirkan ke kolam pemandian umum yang ada di desa, 3 pipa yang lainnya dialirkan ke rumah-rumah warga dengan menggunakan pipa-pipa kecil yang berkaitan dari satu rumah ke rumah yang lain.

Namun dengan sabar ayah membelaiku, membangunkanku untuk segera beranjak dari kamar. Ayah menggendongku keluar dari kamar, dan menuntunku berjalan ke masjid.
Tak kusangka, di pagi hari yang dingin seperti ini, ternyata tak menghalangi warga untuk sholat berjamaah di masjid.


Kamar ini dan segala kenangannya..... Kamar ini dan segala kenangannya..... Reviewed by Nurul Hidayat on Mei 10, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.