banner image

organoleptik udang putih (Penaeus Marguensis) dan Antibiotik Chloramphenicol


Hasil Organoleptik Udang Putih (Penaeus marguensis)
 Udang beku adalah udang segar yang telah dicuci bersih dan dinginkan agar suhu tetap sekitar 00c kemudian baik langsung maupun setelah mengalami perlakuan pendahuluan segera dibekukan pada suhu minimum minus 450c. sehingga suhu pusat produk akhir menjadi maksimal minus 180c.
Kemudian disimpan ditempat penyimpanan dengan suhu maksimum minus 250c dengan flutasi suhu 10c. Udang beku berdasarkan cara pengolahanya ada dua macam yaitu udang beku mentah dan udang rebus beku. Sedangkan mutu udang digolongkan dalam satu mutu (Murtidjo, 1989).
 Udang beku yang digunakan untuk pengujian adalah udang yang sudah diproduksi menjadi udang beku mentah dari perusahaan yang akan mengekspor produknya ke Jepang.


Pembahasan 2 Hasil Organoleptik Antibiotik Chloramphenicol
          Hasil pengujian residu chloramphenicol pada produk udang putih beku pada sampel yang diuji seperti pada Tabel menunjukkan bahwa rata-rata kandungan residu antibiotik chloramphenicol  dibawah 0,05 ppb, dimana standar yang ditetapkan oleh perdagangan internasional adalah 0,3 ppb. Chloramphenicol selain terdapat pada pakan ikan dan udang budidaya, juga digunakan untuk pengobatan maupun pembilasan kolam dalam proses produksi dan sebagai desinfektan sebelum produk tersebut diproses lebih lanjut.  Penyalagunaan antibiotik tersebut mengakibatkan tertinggalnya bahan kimia sebagai residu dalam daging udang dan ikan yang dikhawatirkan dalam jumlah dan waktu lama akan menimbulkan gangguan kesehatan yaitu terjadinya anemia aplastik pada konsumennya (Winarno, 2002)
Penggunaan antibiotik chloramphenicol pada udang dilakukan dengan tujuan untuk mencegah timbulnya penyakit udang nyala yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp, karena pada saat ini penyebab timbulnya peyakit tersebut masih menjadi fokus perhatian utama dalam produksi budidaya udang, sehingga perlu penggunaan antibiotik chloramphenicol tersebut, tetapi penggunaan antibiotik dalam budidaya udang dapat merugikan karena dapat memunculkan bakteri yang tahan terhadap antibiotik serta munculnya residu antibiotik(Saparinto, 2002)
Pemberian antibiotik chloramphenicol pada budidaya udang biasanya dilakukan dua kali yaitu sejak pembenihan dan pembesaran, tetapi pemberian pada tahap pembenihan antibiotik tersebut terdegradasi selama pertumbuhan, sehingga masih aman dalam penggunaannya. Sedangkan pemberian antibiotik chloramphenicol selama pembesaran dapat menyebabkan tertinggalnya residu dalam daging udang dan sulit untuk terdegradasi (Saparinto, 2002)
Udang yang sudah mengandung residu antibiotik chloramphenicol sulit untuk dihilangkan, sehingga perusahaan yang mengolah udang harus menganalisa residu antibiotik tersebut, karena jika didapatkan residu yang melebihi standar yang ditetapkan, perusahaan tersebut tidak bisa mengeekspor udang yang diolahnya.
Jika residu antibiotik chloramphenicol terdapat dalam produk dan dikonsumsi oleh manusia secara terus menerus maka lama kelamaan residu tersebut akan tertinggal dalam tubuh dan dapat mengakibatkan penyakit anemia aplastik. Penyakit ini muncul karena sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah dalam  jumlah cukup. Hal ini diakibatkan oleh adanya residu antibiotik chloraphenicol  yang terdapat dalam tubuh.
Antibiotik merupakan suatu senyawa kimia yang sebagian besar dihasilkan oleh mikroorganisme, karakteristiknya tidak seperti enzim, dan merupakan hasil dari metabolisme sekunder. Penggunaan antibiotik yang berlebih pada tubuh manusia dapat menyebabkan resistensi sel mikroba terhadap antibiotik yang dikonsumsi.  Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya sel mikroba oleh antibiotik.
Pada proses analisa residu antibiotik chloramphenicol dilakukan penambahan etil asetat yang berfungsi untuk melarutkan zat-zat yang terdapat dalam daging udang, etil asetat ini digunakan karenamemiliki kemampuan daya larut yang kuat, kemudian dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu 60-70oC karena suhu tersebut mempermudah penguapan, serta penambahan N-hexan dan extraction buffer dengan tujuan untuk mengekstrak endapan yang ada dalam tabung.
Proses selanjutnya standar elisa kit 1-6 dimasukkan kedalam well secara beruurutan mulai dari standar 0,00 ppb, 0,05 ppb, 0,15 ppb,0,5 ppb, 1,5 ppb dan 4,5 pbb, kemudian dilanjutkan dengan proses inkubasi.  Pada tahap ini harus sesuai dengan waktu yang ditentukan, karena jika waktu yang digunakan lebih atau kurang dari yang ditetapkan maka akan berdampak pada hasil pembacaan absorbansi.
Proses setelah inkubasi dilakukan pencucian pada well sebanyak 3 kali dengan tujuan untuk menghilangkan antibodi yang tidak berikatan dengan antigen, kemudian dilakukan inkubasi kembali dengan penambahan substrat solution, setelah waktu inkubasi selesai maka ditambahkan stop buffer dengan tujuan untuk menghentikan kerja enzim.
Proses terakhir yaitu pembacaan well pada elisa reader dengan menggunakan alat star fax dengan tipe 303 dengan cara well dimasukkan pada alat kemudian tombol ditekan pada alat, maka akan keluar pembacaan pada kertas.  Hasilnya berupa angka dari pembacaan absorban dan angka tersebut diproses dalam microsoft excel yang sudah terprogram.
Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah menggunakan metode competitive ELISA, keuntungan dari metode ini adalah tidak perlu menggunakan antibodi primer yang dimurnikan sehingga antibodi yang digunakan langsung dari Elisa kit yang dimasukkan ke dalam well dan diinkubasikan bersama dengan standar dan sampel.
Jika residu chloramphenicol terdapat di dalam sampel, maka akan bersaing dengan CAP-HRPO Conjugate untuk berikatan hingga habis dengan antibodi yang ditanam di dalam wells.  Saat jumlah residu cukup maka residu CAP akan membuat jenuh antibodi.  Sehingga reaksi Enzyme-Substrat tidak diteruskan tetapi hanya akan terlihat warna terang, yang berarti hasil uji positif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengujian chloramphenicol dilakukan yaitu :
1.  Kit dikeluarkan dari refrigerator sekitar 30 menit sebelum analisa.
2.  Dicampur  dan dihomogenkan setiap larutan dengan benar sebelum digunakan.
3.  Beberapa microtiter well strip dikeluarkan (sebanyak yang dibutuhkan), selebihnya segera dimasukkan ke dalam wadah alumunium dan disimpan pada suhu 40oC di dalam refrigerator.
4.  washing solution diencerkan dengan aquabidest (10 kali) yaitu 1 ml washing solution dengan 9 ml aquabidest.
5.  Standar berisi chloramphenicol, maka dipergunakan dengan hati-hati.

organoleptik udang putih (Penaeus Marguensis) dan Antibiotik Chloramphenicol organoleptik udang putih (Penaeus Marguensis) dan Antibiotik Chloramphenicol Reviewed by Nurul Hidayat on Mei 23, 2013 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.