SISTEM KEWARISAN ISLAM
A.
Hukum Waris
1. Pengertian dan Dasar Hukum
Waris
Mawaris atau faraid adalah aturan yang
berkaitan dengan pembagian harta pustaka.
Keberlakuan hukum waris dalam Islam adalah
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul antara lain : QS. An-Nisa, 4
: 7
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari
harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak
bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit
atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.
QS. An-Nisa, 4 : 11
Allah mensyariatkan bagimu tentang
(pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: Bahagian seorang anak laki-laki
sama dengan bahagian dua anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan
lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika
anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua
orang ibu bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan,
jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat
sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi
wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu
dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat
(banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Nabi Muhammad Saw,
bersabda :
Berikanlah harta pusaka kepada orang-orang
yang berhak. Sesudah itu, sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama. (HR.
Bukhari dan Muslim).
2. Berlakunya Hukum Waris
Apabila seorang muslim meninggal dunia dan meninggalkan harta benda, maka
setelah mayat dikuburkan, keluarganya wajib mengelola harta peninggalannya
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Membiayai perawatan jenazahnya.
b.
Membayar zakatnya, jika si mayat belum
mengeluarkan zakat sebelum meninggal dunia.
c.
Membayar utang-utangnya apabila mayat
meninggalkan utang.
d.
Membayarkan wasiatnya, jika mayat mewasiatkan sebelum meninggal dunia.
e.
Setelah dibayarkan semua, tentukan sisa harta
peninggalan milik mayat sebagai harta pusaka yang dinamai tirkah atau mauruts.
Harta tersebut dibagikan kepada ahli waris mayat berdasarkan ketentuan hukum
waris Islam.
3. Sebab
Pewarisan
Seseorang berhak pusaka mempusakai disebabkan oleh hal-hal berikut :
a.
Perkawinan, yaitu adanya ikatan yang sah antara
laki-laki dan perempuan.
b.
Kekerabatan, yaitu hubungan nasab antara orang
yang mewariskan dan orang yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran.
c.
Wala atau perwalian, yaitu kekerabatan yang
timbul karena membebaskan budak dan adanya perjanjian tolong menolong atau
sumpah setia antara seseorang dengan orang lain.
4. Pembagian
Harta Pusaka
a.
Pusaka yang disebabkan perkawinan
1).Pusaka Istri
Istri menerima bagian dari harta
peninggalan suaminya ada dua macam bagian, yaitu :
(a) Seperempat bagian, jika suami tidak mempunyai far’ul waris, yaitu
anak yang berhak menerima waris secara bagian (fard), seperti anak perempuan,
cucu perempuan dari anak laki-laki terus ke bawah, maupun yang berhak secara
‘ushubah, seperti anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki terus ke
bawah.
(b) Seperdelapan bagian, jika suami memiliki far’ul warits seperti tersebut
di atas, baik yang lahir dari istri sekarang, maupun istrinya yang lain.
Firman Allah, QS. An-Nisa, 4: 12
Para istri mempunyai seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu
tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka istri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan.
2) Pusaka Suami
Suami menerima bagian dari harta peninggalan istrinya, dua macam bagian,
yaitu :
(a) Separuh bagian, jika istrinya tidak mempunyai far’ul warits
(b) Seperempat bagian, jika istrinya meninggalkan far’ul warits, baik
dari suami sekarang maupun suami terdahulu.
Firman Allah (QS. An-Nisa, 4: 12) :
Dan bagianmu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
istri-istrimu jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istrimu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkan mereka.
b.
Pusaka yang disebabkan kekerabatan
1)
Anak
(a) Anak Perempuan Shulbiyah
Anak perempuan shulbiyah anak perempuan yang dilahirkan
secara langsung dari orang yang meninggal, baik yang meninggal itu ibunya
ataupun ayahnya. Bagian anak perempuan ini adalah:
(1) Setengah,
jika ia hanya seorang diri; tidak mewarisi bersama-sama dengan saudaranya
laki-laki.Firman Allah (QS. 4: 11)
“Jika ia (anak perempuan) hanya seorang diri, bagiannya
separoh”.
(2) Dua pertiga,
jika anak perempuan tersebut terdiri dari dua orang atau lebih dan tidak
bersama-sama dengan anak laki-laki yang menjadikannya ‘ashabah bersama
(‘ashabah bilghair). Firman Allah (QS. 4: 11)
“maka jika mereka itu perempuan-perempuan lebih dari
dua orang, bagi mereka dua pertiga dari harta peninggalannya”.
(3) ‘Ushubah, yaitu sisa harta yang telah dibagikan
kepada ahli waris lain.
(b) Anak Laki-laki
Anak laki-laki tidak termasuk ahli waris yang sudah
ditentukan kadarnya (ashabul furudh), ia
menerima sisa dari ashabul furudh, penerima seluruh harta pusaka apabila tidak
ada dzawil furudh seorangpun (ashabah).
Anak laki-laki adalah ahli waris utama, sekalipun
kedudukan dalam warisan sebagai penerima sisa, tidak pernah dirugikan.
Adapun rincian pusaka bagi anak laki-laki sebagai
berikut :
(1) Jika si mati hanya meninggalkan seorang atau
beberapa orang anak laki-laki, maka anak laki-laki mewarisi seluruh harta.
(2) Jika si mati hanya meninggalkan seorang atau
beberapa orang anak laki-laki dan meninggalkan ahli waris ashabul furud, anak
laki-laki mendapatkan sisa setelah diambil oleh ashabul furudhnya.
(3) Jika si mati meninggalkan anak laki-laki, anak
perempuan, dan ashabul furud, maka seluruh harta atau sisa harta peninggalan
setelah diambil oleh ashabul furudh dibagi dua, dengan ketentuan anak laki-laki
mendapat dua kali anak perempuan.
2) Cucu
(a) Cucu Perempuan Pancar
Laki-laki
Cucu perempuan pancar laki-laki adalah anak perempuan
dari anak laki-laki orang yang meninggal dunia (bintul ibni) dan anak
perempuannya cucu laki-laki pancar laki-laki (bintu ibnil ibni) sampai ke
bawah.
Hak pusaka cucu perempuan pancar laki-laki ada 6 macam:
(1) Setengah, apabila ia seorang diri.
(2) Dua pertiga, apabila ia dua orang atau lebih.
Penerimaan setengah dan dua pertiga ini, apabila tidak
bersama-sama dengan ahli waris yang menjadikan mereka ashabah bersama (muashab
maal ghair).
(3) Ushubah, apabila ia mewarisi bersama-sama dengan
orang laki-laki yang sederajat yang menjadikannya ashabah bersama.
Dalam hal ini ada tiga kemungkinan, yaitu :
a) Jika tidak ada ashabul furudh seorang pun, mereka
menerima seluruh harta peninggalan secara ushubah. Ketentuannya bahwa mereka
yang laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat bagian perempuan.
b) Jika ada ashabul furudh, mereka hanya menerima sisa
harta dari ashabul furudh juga, dengan cara pembagian seperti diatas.
c) Jika harta peninggalan telah dihabiskan oleh ashabul
furudh, mereka tidak menerima bagian sedikitpun.
(b) Cucu Laki-laki Pancar
Laki-laki (Abnaul abnai)
Cucu laki-laki pancar laki-laki termasuk farul waris,
yaitu anak turun si mati yang mempunyai hak mewarisi.
Hak pusaka farul waris ini adakalanya dengan jalan
fardh, seperti anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki sampai ke
bawah, atau dengan jalan ushubah, seperti anak laki-laki dan cucu laki-laki
pancar laki-laki ke bawah.
Hak pusaka cucu laki-laki adalah ushubah dengan
ketentuan sebagai berikut:
(1) Jika si mati tidak mempunyai anak dan tidak ada
ahli waris yang lain, ia menerima seluruh harta peninggalan secara ushubah.
Jika ada ahli waris ashabul furudh, ia menerima sisa ashabul furudh.
(2) Jika cucu itu mewarisi bersama-sama dengan
saudari-saudarinya, ia membagi seluruh harta peninggalan atau sisa harta dari
ashabul furudh dengan saudari-saudarinya menurut perbandingan 2:1; laki-laki
menerima dua kali bagian perempuan.
3) Leluhur Mayit (Ushulul
Mayyit)
a) Pusaka Ibu
Bagian ibu ada tiga macam:
(1) Seperenam dengan ketentuan bila ia mewarisi
bersama-sama dengan far’ul warits bagi si mati, baik seorang atau lebih,
laki-laki maupun perempuan. Ia bersama dengan saudara-saudara si mati baik
sekandung, seibu maupun seayah, atau campuran seibu dan seayah, baik laki-laki
maupun perempuan. Aturan ini didasarkan kepada firman Allah QS. 4 : 11
“….Dan untuk ibu bapak, masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal mempunyai anak…”
“…Jika yang meninggal itu mempunyai saudara-saudara,
maka ibunya memperoleh seperenam.”
(2) Sepertiga, dengan ketentuan tidak bersama-sama
dengan far’ul warits bagi si mati atau dua orang atau lebih saudari-saudari si
mati. Ia sendiri yang mewarisi dengan ayah si mati tanpa salah seorang
suami-istri si mati.
b) Pusaka Nenek Shahihah
Nenek shahihah ialah leluhur perempuan (nenek) yang
dipertalikan kepada si mati tanpa memasukkan kakek ghairu shahih.
Adapun nenek ghairu shahih ialah leluhur perempuan yang
dipertalikan nasibnya kepada si mati dengan memasukkan kakek ghairu shahih.
Nenek mendapat bagian seperenam dengan ketentuan bila
ia tidak bersama-sama ibu, baik sendiri atau pun beberapa orang.
c) Pusaka Ayah
Seorang ayah mempusakai harta peninggalan anaknya
dengan tiga macam bagian, yaitu :
(1) Seperenam, dengan ketentuan bila anak yang diwarisi
mempunyai far’u warits mudzakkar (anak turun si mati yang berhak mewarisi yang
laki-laki), yaitu anak laki-laki dan cucu laki-laki pancar laki-laki sampai ke
bawah.
(2) Seperenam dan ‘ushubah, dengan ketentuan bila anak
yang diwarisi mempunyai far’u warits muannats (anak turun si mati yang
perempuan) yakni anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki sampai ke
bawah.
(3) ‘Ushubah, bila anak yang diwarisi harta
peninggalannya tidak mempunyai
far’u warits sama sekali, baik laki-laki maupun
perempuan, sesuai dengan firman Allah QS. 4 : 11
…(tetapi) jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka untuk ibunya sepertiga
peninggalan…
d) Pusaka Kakek
Istilah kakek dalam ilmu faraidl memiliki dua arti,
yaitu kakek shahih dan kakek ghair shahih. Kakek shahih, ialah kakek yang
hubungan nasabnya dengan si mati tanpa diselingi oleh perempuan. Seperti
ayahnya ayah (abul ab) dan ayah dari ayahnya ayah (abul abil ab) sampai ke
atas.
Kakek ghair shahih, yaitu kakek yang hubungan nasabnya
dengan si mati diselingi oleh perempuan. Seperti ayahnya ibu (abul um) dan ayah
dari ibunya ayah (abu ummi ab).
Kakek dapat menduduki status ayah bila tidak ada ayah
dan saudara-saudara atau saudari-saudari sekandung atau seayah.
4) Kerabat Menyamping
(Al-Hawasyi)
a) Pusaka Saudari Kandung
Pusaka saudari kandung di dalam pusaka mempusakai itu
ada lima macam:
(1) Separuh, yaitu bila ia hanya seorang diri dan tidak
mewarisi bersama dengan saudara kandung yang menjadikannya ‘ashabah (bilghair)
(2) Dua pertiga, yaitu bila saudari tersebut dua orang atau lebih dan tidak
mewarisi bersama-sama dengan saudara kandung yang menjadikannya ‘ashabah
(bilghair)
(3) ‘Ushubah (bilghair), yaitu bila ia, baik tunggal
maupun banyak, mewarisi bersama-sama dengan saudara kandung, yang terakhir ini
baik tunggal maupun banyak.
(4) ‘Ushubah (ma’al ghair), yaitu bila ia mewarisi
bersama-sama:
(a) Seorang atau beberapa orang anak perempuan
(b) Seorang atau beberapa orang cucu perempuan pancar
laki-laki.
(c) Anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki,
dengan ketentuan saudari kandung tersebut tidak bersama-sama dengan saudara
kandung yang menjadi ma’ashibnya.
b) Pusaka Saudari Seayah
Bagian saudari seayah adalah sebagai berikut :
1) Separuh, yaitu bila ia hanya seorang diri dan tidak
mewarisi bersama-sama dengan saudari kandung atau saudara seayah yang
menjadikannya ‘ashabah (bil ghair).
2) Dua pertiga, yaitu bila saudari tersebut dua orang
atau lebih dan tidak mewarisi bersama-sama dengan saudari kandung atau saudara seayah
yang menjadikan ‘ashabah (bil ghair).
3) ‘Ushubah (bil ghair), yaitu baik seorang diri maupun
banyak bila ia mewarisi bersama-sama
dengan saudara tunggal seayah. Dalam hal ini laki-laki memperoleh 2 kali lipat
bagian perempuan.
4) ‘Ushubah (maal ghair), yaitu bila ia mewarisi
bersama-sama dengan anak perempuan, anak perempuan pancar laki-laki betapa pun
menurunnya, serta anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki.
c) Pusaka Saudara-saudari
Tunggal Ibu (Auladul Ummi)
Saudara-saudari tunggal ibu adalah anak-anaknya ibu si
mati atau saudara tiri si mati yang lahir dari ibu. Bagian mereka adalah :
(1) Seperenam, bila mereka tunggal, baik laki-laki,
maupun perempuan.
(2) Sepertiga, bila mereka banyak, baik laki-laki
maupun perempuan.
d) Pusaka Saudara Kandung
Hak pusaka saudara kandung adalah ‘ushubah, dengan
ketentuan apabila mereka tidak bersama-sama dengan ahli waris yang dapat
menghijabnya dan kakek shahih.
e) Pusaka Saudara Seayah
Pusaka saudara seayah dengan cara ‘ushubah, bila tidak
ada ahli waris yang menghijabnya, sebagaimana halnya cara pusaka
saudara-saudara kandung.
f) Pusaka Anak-anak Saudara
(Kemenangan laki-laki), Paman-paman dan Anak-anak Paman (Saudara sepupu
laki-laki)
Mereka tergolong ahli waris ‘ashabah yang utama setelah
anak laki-laki, cucu laki-laki pancar laki-laki sampai ke bawah, bapak, kakek
terus ke atas, saudara kandung dan saudara seayah.
Hukum Waris dalam Islam
Reviewed by Nurul Hidayat
on
Juni 10, 2013
Rating:

Tidak ada komentar:
Posting Komentar