Morfologi Antibiotik Chloramphenicol Pada Produk Udang Putih (Penaeus marguensis)
Chloramphenicol merupakan
salah satu jenis antibiotik yang penggunaannya banyak dilakukan
dalam budidaya akuakultur sebagai akibat dari sistem pemeliharaan
yang intensif. Antibiotik biasa digunakan dalam pemberian terpisah
atau lewat pakan dengan tujuan sebagai antisipasi pencegahan
penyakit, membunuh mikroorganisme dalam pakan sehingga pakan menjadi lebih
awet, memperbaiki sistem pencernaan hewan untuk menjadi lebih efisien,serta
meningkatkan nafsu makan ikan dan udang. Chloramphenicol biasa digunakan untuk menanggulangi
infeksi bakteri anerobik, aeromonas, pseudomonas, mycoplasma,dan enteriaceae (Anonim 2010). Antibiotik
pada udang digunakan dalam pengobatan, pencegahan penyakit, dan mempercepat
pertumbuhan. Penyalahgunaan antibiotik berpotensi menimbulkan akumulasi residu
antibiotik pada jaringan tersebut. Adanya residu antibotik pada udang ini
berpotensi menyebabkan berbagai efek buruk bagi manusia yang mengkonsumsinya.
Efek yang mungkin timbul antara lain reaksi alergi dan resistensi antibiotik
pada manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian yang dapat menjamin
keamanan pangan secara berkelanjutan (Anonim, 2010).
chloramphenicol pada
produk udang putih disebabkan karena pada saat udang masih ditambak diberikan chloramphenicol pada pakan untuk membasmi serangan
penyakit pada udang putih. Serangan penyakit tersebut adalah penyakit udang
nyala yang disebabkan oleh bakteri vibrio
harveyi. Serangan bakteri ini sering dikaitkan dengan adanya stres
pada udang windu akibat perubahan keadaan lingkungan yang buruk sehingga
bakteri tersebut berkembang dengan cepat (BBPMHP, 2002 dalam Syafitrianto, 2009).
Sumber residu chloramphenicol di UPI juga diperkirakan berasal
dari bahan-bahan disinfektan yang digunakan untuk mencuci udang di unit
pengolahan. Sumber lainnya adalah salep yang sering digunakan untuk
mengobati bagian tubuh pekerja yang luka. Oleh karena itu pada saat
pengawasan, bahan-bahan desinfektan dan salep dilarang untuk digunakan kapan
saja. Pekerja yang bagian tangannya terluka dilarang menangani produk
untuk menghindari pencemaran. Berdasarkan laporan pengawas mutu, beberapa
unit pengolahan udang pernah menggunakan bahan disinfektan yang diduga mengandung chloramphenicol (BBPMHP, 2002dalam Syafitrianto, 2009).
Chloramphenicol telah
sejak lama digunakan dalam industri peternakan dan kedokteran, residunya
menyebabkan kematian pada penderita anemia yang bisa berlanjut ke
leukemia. Antibiotik ini juga diduga sebagai penyebab timbulnya Gray Baby Sindrome yaitu gejala bayi berkulit warna
abu-abu, perut kembung, suhu tubuh rendah, susah bernapas, demam, yang bisa
menyebabkan kematian. Mempertimbangkan bahaya tersebut sudah sejak 1985
USDA CES (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS) menetapkan chloramphenicol sebagai obat keras dan karena itu
tidak diperbolehkan digunakan dalam budidaya ternak dan perikanan (Saparinto,
2002).
Chloramphenicol merupakan
salah satu dari sembilan jenis bahan tambahan makanan yang dilarang di
Indonesia (Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88). Walaupun demikian, penggunaan chloramphenicol pada komoditas perikanan (udang dan
ikan) telah merebak di pasaran lokal, regional maupun internasional sehingga
menghambat bahkan menggagalkan ekspor terutama udang dari Indonesia ke berbagai
negara di dunia. Puncak kegagalan ekspor terjadi saat diterapkannya zero tolerance kandungan chloramphenicol oleh negara Uni Eropa terhadap
komoditas udang yang diimpornya (Anonim, 2002).
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintesis, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri (Craig, 1998 dalam Temaja, 2010) Penggunaan antibiotik khususnya
berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan
rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau
transforman (Anonim, 2011).
Antibiotik akan mengalami transportasi tergantung pada daya ikatnya
terhadap protein plasma. Bentuk yang tidak terikat dengan protein itulah
yang secara farmakologis aktif, yaitu memiliki kemampuan sebagai antimikroba.
Semua jenis antibiotik dengan cara kerja tersebut dapat bersifat
mematikan atau menghambat antibiotik (Corner,
1995 dalam Maratua, 2008).
Antibiotik bersifat mematikan, bila dosisnya tinggi. Sedangkan
antibiotik bersifat menghambat bila dosisnya rendah. Penggunaan
antibiotik ini (pada manusia dan hewan) akan menghantarkan munculnya
mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai target antibiotik
tersebut, tetapi juga mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang sama
dengan mikroorganisme target. Hal ini dimungkinkan karena adanya transfer
materi genetik (plasmid atau transposon) diantara genus bakteri yang berbeda yang
masih memiliki hubungan dekat, meliputi Escherichia
coli, Klebsiella, Salmonella (Corner 1995 dalam Maratua, 2008)
Morfologi Antibiotik Chloramphenicol Pada Produk Udang Putih (Penaeus marguensis)
Reviewed by Nurul Hidayat
on
Mei 23, 2013
Rating:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar